Pra-ending

Kali ini berbeda,
Bukan cerita harum nan sejuk.

Sejatinya aku ingin barisan kata ini akan membawa ketentraman.

Namun, bagaimana bisa aku mengukir kebahagiaan sementara hati bertolak belakang?

Untuk sekali ini, sekali saja, aku ingin jujur atas rasa.

Kamu tidak perlu tahu seberapa besar usaha yang kulakukan.

Kamu juga tidak perlu tahu betapa hiperbolanya aku, padahal itu hanya sebuah tatapan yang aku tahu sebenarnya tidak memiliki arti.

Anggap saja aku berlebihan. Anggap aku berlebih percaya diri.

Bukan karena aku tidak percaya diri lagi.
Tapi, signalnya memang sudah tidak bisa kuperbaikki lagi.

Tidak ada lagi hal yang bisa kusanggah. Karena, sekarang benar-benar terbukti.

Ya, sejak awal sudah kusiapkan segala bentuk patah.

Menaruh ekspektasi pada hal paling buruk.

Tapi, remuk juga ternyata.
Patah tetap saja patah, mau bagaimana pun kondisinya.

Tidak apa-apa.
Toh, memang epilognya sudah tercetak di prolog cerita.

Sebuah rencana kepergian yang memang telah kurancang dari awal harus kugunakan sekarang.

Tidak bisa kutunda.
Karena semakin lambat akan semakin tidak bisa aku keluar.

Cerita tentangmu akan selalu ada.
Mereka harus tahu, kalau kamu itu nyata.
Meski kisah yang sudah aku imajinasikan tidak akan pernah menjadi nyata.

Aku memutuskan untuk berhenti.
Berhenti untuk menyiksa diri sendiri.

Beberapa waktu menuju ending.
Senang kenal kamu.

Kamu titipan kisah dari semesta yang paling aku kagumi.
Tidak ada kata menyesal.

Kenal kamu, aku belajar hal menarik.
Bahwa, kehadiran sepenting itu untuk dirangkul.

Jaga kesehatan karena akhir-akhir ini kamu sering flu.
Kamu, baik-baik, ya.

Kamu harus kulepas.
Ya, sejak dulu, memang tidak tergenggam.

Bersama udara yang tak lagi sama, aku melepasmu.

22/11/2022
-02.37 wita-

Komentar