Dia Bahagia, itu lebih dari cukup

Tadi, semesta mempertemukan kembali aku dan dia. Walau secara virtual.
Dia sudah berubah.
Meski gaya rambutnya tidak berubah.
Dia tidak menggunting rambutnya. Ya, itu adalah kebiasaan dia. Tidak mau dipotong kecuali ada yang perintah.
Suaranya sedikit bertambah berat.
Pastinya, dia semakin tampan.
Ketika menatap wajah dia, aku tidak berani mengeluarkan suara.
Takut. Takut dia tahu, kalau aku masih belum berubah.
Karena aku yakin, suaraku dapat membuktikan bahwa aku sedang tidak baik-baik saja sekarang.
Menatap dia, liat wajahnya, dan dengar suaranya. Semakin meyakinkan bahwa aku belum pindah.
Aku masih duduk di rumah yang sama.
Aku masih menanti penantian yang aku harap, disaat aku tahu itu tidak mungkin akan terjadi.
Kenapa?
Melihat dia menyadarkan aku bahwa sekarang semua harus berubah.
Dia sudah bahagia, Tuhan.
Dia sudah amat bahagia.
Apakah sekarang aku harus melepas rumah yang aku jaga selama 4 tahun ini?
Apakah dengan begitu aku bisa? Aku bisa untuk melepas dia?
Aku percaya, pasti tidak.
Aku tahu takdir Tuhan tidak bisa diubah-ubah.
Dan aku tahu, di dalam dirinya, tidak ada lagi aku disana.
Dia sudah lama melangkah.
Sejatinya, sejak pertama kali kita berjumpa, dia tidak pernah benar-benar tinggal.
Namun, dia bahagia dan itu lebih dari cukup.

-23/04/21-

Komentar