Kopi pun tidak apa-apa
Sejujurnya, beberapa waktu belakangan ini, isi kepala saya sering bertengkar.
Entah itu perihal; hidup, teman, keluarga bahkan pasangan.
Sampai-sampai menjadi diam adalah opsi paling buruk untuk dilakukan, padahal itu satu-satunya hal yang bisa saya lakukan. Dan ini pertama kalinya rasa itu hadir menyelimuti ruang dan waktu.
Kenapa? Semakin diam maka semakin kacau pikiran. Begitu banyak pertimbangan yang tidak penting dan seharusnya tidak ada, justru hidup di sana.
Jika bisa, sekali saja merasakan hal baru. Baru dalam artian benar-benar baru.
Ya, kopi pun tidak apa-apa. Agak lucu juga, karena kopi bukan karakter yang saya banget. Bahkan, memang bukan saya.
Alasannya, bukan karena tidak bisa. Tapi kopi dan saya bukan perpaduan yang cantik. Jangan disatukan, deh. Parah.
Namun untuk sekarang, saya rasa tidak apa-apa kali ya? Kopi mengisi dunia saya.
Bicara soal kopi, ternyata ia tak begitu pahit, ya. Campuran pahit dan manis yang sebenarnya... entahlah apa bahasanya.
Karena sejatinya kita semua pecandu minuman hitam pekat berampas itu. Disadari atau tidak, iya.
Candu dalam artian, tidak benar-benar terpadu. Paham?
Begini-begini, dasarnya, kita semua adalah ampas di akhir sedu kopi. Yang sengaja disisihkan agar tak mengganggu kenikmatan.
Ah, kamu tak paham, kan? Tak apa kalau begitu.
Oh, iya, kamu tahu hal apa yang paling saya sukai dari kopi?
Filosofinya. Tidak akan saya ceritakan tapi penggalannya mungkin bisa buat kamu paham.
Saya tidak suka kopi yang terlalu banyak pemanis. Ya, saya sangat tidak menyukainya.
Bila sudah dikodratin pahit, maka biarlah seperti itu. Sejatinya, kopi lebih jujur dibandingkan kamu. Ia tidak malu bersandar atas dasar hitam dan pahit.
Mungkin, kopi itu hitam dan pekat. Lalu rasanya, pahit dan getir. Namun, untuk mereka yang mengenalnya lebih dalam, itu tak menjadi masalah.
Hadirmu dan kopi, tidak bisa disandingkan. Hadirmu lebih pahit daripada secangkir kopi yang baru saja dikeluarkan.
Seperti pagi ini,
Seseduh kopi yang paling pahit ialah segelas air putih hangat,
Tanpa kopi,
Tanpa tujuan,
Tanpa kau.
Sebab secercah siluet tak akan pernah jadi rasa, karena tak ada izin masuk untuk dinikmati.
Soal rasa, kopi lebih tahu, ia lebih mengerti dari kamu.
Komentar
Posting Komentar