Senja tidak ikut campur
Senja keluar tanpa harus dipanggil, membiarkan luka menetap menggigil.
Tidak, ini bukan cerita tentang betapa moleknya senja.
Sejujurnya, senja sekarang nampak meredup. Tidak berani menunjukkan dirinya lagi, hingga bersembunyi di balik derasnya hujan yang merosot ke bumi.
Langit jingga keunguan itu pergi. Menampakkan kenangan yang menjarah ingatan ke batas penghabisan.
Sejak itu, senja tak lagi indah. Ia sudah menerkam girang dengan kepergian.
Sungguh, aku tidak terima pada cinta yang selalu patuh pada jatuh, yang tak pernah menjadi utuh.
Perihal rasa, dia selalu merenggut apa-apa dalam kalbu. Ah---tidak adil, menurutku.
Ia selalu melepas cekaman tanpa mau dibalut genggaman.
Bersama pun rasanya tak akan pernah menjadi iya. Semesta tidak mempersilahkan temu untuk jadi milik kita bersama.
Kini, semangkuk duka jadi sajian hidangan yang dipersiapkan untuk keberangkatan. Masa datang yang tak pernah disambut oleh sang senja. Secangkir air ikut serta menyiram ketegangan tanpa harus hilang menghapus jejak. Hiruk-pikuk hadir menemani hanya untuk jadi pemandangan belaka.
Andai senja tak ikut campur, mungkin Ia jadi hal yang paling kunanti.
Ah---bukan. Senja tak ikut campur, kau saja yang memasukkannya, padahal ada dalam daftar saja, tidak.
Sengaja menghantam meski tak dendam, mungkin pekat ruang malam jadi bisu karena lenyap.
Kau, penjarah yang ulung. Tidak usah diajari kau bisa bentuk palung besar. Tidak usah diminta, nanti juga lungsur menghempas tulang.
Komentar
Posting Komentar